Jumat, 12 November 2010

Uni Eropa: Pasukan Koalisi Pimpinan AS Hanya Menambah Masalah di Afghanistan

Sebuah laporan oleh Uni Eropa (UE) menyebutkan bahwa mereka menyalahkan koalisi militer pimpinan AS atas memburuknya situasi keamanan di Afghanistan.
"Uni Eropa (UE) dan sekutu-sekutunya perlu untuk mengakui adanya penurunan yang terus menerus dalam hal situasi keamanan dan sosial-ekonomi di negara Afganistan walaupun hampir satu dekade adanya keterlibatan militer internasional di sana, dan UE memahami harus adanya kebutuhan untuk mendapatkan warga Afghanistan sepenuhnya terlibat dalam strategi keluar dari krisis ini," kata Komite Hubungan Luar Negeri dari Parlemen Eropa menyatakan pada hari Rabu kemarin (10/11).
Dalam laporan tentang konflik sepuluh tahun di negara Asia tersebut, anggota Parlemen Eropa mengatakan, perang di Afghanistan telah gagal.
Parlemen menambahkan bahwa saatnya telah tiba untuk memulai mencari strategi keluar atas krisis Afghanistan dan mendesak adanya revisi radikal dari strategi Uni Eropa. "Strategi Uni Eropa untuk Afghanistan membutuhkan pemikiran yang radikal," kata pernyataan itu.
Lebih lanjut UE mengatakan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya harus menyadari bahwa cara militer tidak bekerja efektif dan fakta dilapangan menyatakan bahwa pasukan koalisi dipandang sebagai penjajah oleh warga Afghanistan.
"Kehadiran Taliban telah diabaikan, sehingga kemampuan (pemerintah Presiden Afghanistan Hamid Karzai) untuk menjalankan pemerintahan terlalu sedikit untuk berfokus kesana sebagi akibatnya, sedikit perhatian untuk tugas membangun kembali dan mengembangkan negeri ini," kata laporan itu.
Anggota parlemen Eropa juga mengatakan bahwa sangat penting untuk menyertakan para pemimpin Afghanistan, serta Taliban, dalam sebuah solusi politik terhadap konflik di negara ini.
Biaya perang di Afghanistan telah diperkirakan sebesar 300 miliar dolar selama sembilan tahun terakhir, yang jumlah itu melebihi dari 20 kali PDB Afghanistan.
Laporan ini juga mengkritisi keputusan untuk menempatkan rantai pasokan militer AS di tangan swasta sebagai langkah yang hanya akan memicu aksi pemerasan dan korupsi.
Sementara itu, Amerika Serikat mengatakan tidak akan ada revisi dramatis dengan strategi perang Afghanistan dalam waktu dekat. Pada tanggal 9 November lalu, sebuah laporan media mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Barack Obama bergerak dari janji sebelumnya untuk memulai penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada Juli 2011.
Perang di Afghanistan telah menjadi perang terpanjang dalam sejarah AS. Dengan korban sipil dan militer menduduki rekor tertinggi, banyak pertanyaan apa motif dalam konflik yang sedang berlangsung tersebut. (eramuslim.com)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCpenney Printable Coupons